Selasa, 19 Mei 2009

Pengamen Berbahasa Inggris



Rabu. 07.35 A.M. Patas AC 44 Ciledug-Senen.

Saat duduk ada seorang pengamen tengah bernyanyi. Aku tadinya tak ingin mengindahkan. Yah, pengamen jaman sekarang banyak yang suaranya pas-pasan. Mendengarkan malah bikin mood jelek. Tapi, ada yang beda dengan pengamen ini. Karena sudah terframe dengan suara sumbang pengamen, aku langsung membuka majalah habis duduk. Tetapi, pengamen ini membuatku berhenti membaca. Bukan lagu yang keren, tetapi bahasa yang digunakan.

Banyak pengamen indonesia, bukan suara jelek, terkadang bahasa yang digunakan, indonesia yang asal. Pengamen ini, tidak berbahasa indonesia. Dia menyanyikan lagu Barat. Tadinya aku sudah sinis, paling sekedar 'bersuara' dengan arti yang tidak jelas. Ternyata, tidak.

Pengamen ini hafal lirik dari lima lagu inggris yang dinyanyikannya. Bahkan dengan pengucapan yang jelas! Aku terkaget, sambil senyum2 sendiri mengagumi pengamen itu. Ketika aku meliriknya, dia sedang asyik menghayati lagunya sambil merem.

Ah, tergoda untuk memotret pribadi luar biasa ini. Namun, sayang karena gelapnya bis dan emang kemampuanku yang minim tentang teknik cahaya, hasil foto yang ditangkap gelap sekali.

Namun, kejadian itu sangat membekas. Tidak hanya dia mahir berbahasa inggris dengan pengucapan yang benar. Pengamen itu juga sangat sopan dengan mengakhiri lagunya dengan sebuah salam islami,'wasalamualaikum wr.wb.'

Aku tersentuh, kagum dengan pengamen satu ini dan memujinya,"Mas bahasa inggrisnya bagus."
Dia tersenyum dan membalas, "alhamdulillah."

so nice, so polite. Mudah-mudahan rezekinya diperlancar Tuhan YME. Amin. THanks sudah menaikkan moodku di pagi ini. :)

Inilah salah satu lagu yang dinyanyikan oleh pengamen itu.

"Greatest Love Of All"

I believe the children are our are future
Teach them well and let them lead the way
Show them all the beauty they possess inside
Give them a sense of pride to make it easier
Let the children's laughter remind us how we used to be
Everybody searching for a hero
People need someone to look up to
I never found anyone to fulfill my needs
A lonely place to be
So I learned to depend on me

[Chorus:]
I decided long ago, never to walk in anyone's shadows
If I fail, if I succeed
At least I live as I believe
No matter what they take from me
They can't take away my dignity
Because the greatest love of all
Is happening to me
I found the greatest love of all
Inside of me
The greatest love of all
Is easy to achieve
Learning to love yourself
It is the greatest love of all

I believe the children are our future
Teach them well and let them lead the way
Show them all the beauty they possess inside
Give them a sense of pride to make it easier
Let the children's laughter remind us how we used to be

[Chorus]

And if by chance, that special place
That you've been dreaming of
Leads you to a lonely place
Find your strength in love

Senin, 18 Mei 2009

That Smell...


Aroma.

Tadi pagi, seorang laki-laki dengan bau yang sama dengan mantan kekasih, duduk di sebelahku.
Otak bereaksi. Pikiran bermain dengan kenangan. Aku menikmati, merindu, meski tak kembali mengharap.

Aroma. Membawa dirinya seolah hadir di sebelahku. Mencuatkan rasa.

Tapi, setelah aroma itu lenyap, kembali aku pada realita. Duduk di sini sendiri, menikmati momen...


On the way to kuningan, patas AC 44.

Minggu, 17 Mei 2009

Jajanan Tempoe Doloe



Merek Dagang Cemal-Cemil. TELOR CICAK. Jajanan Masa SD dulu. Beli di La Piazza Kampung Tempoe Doloe.

Grandma and Grandpa



Grandma and grandpa.
Two my beloved people in my life. Grandpa is already 70 years old. Like to laugh a lot. Positive thinking. Actually an easy going person. While, grandma is very attentive. Can not receive bad news, prune to stress. Diligent and a hard worker.

This is their first grand daughter, who has not been able to make them proud of me yet. Kapan ya? sedangkan waktu terus berjalan...

Tuhan, wish me luck. Great Luck.

:D

Kindness.




He is the kind itself. Kebaikan yang menjelma dalam wujud persona. Yang selalu mendasari tindakannya untuk menolong orang lain. Membantu mewujudkan mimpi yang lain. Dia yang selalu melucu, dan membuatku tertawa.

Terkadang hidup tak selalu berjalan seperti yang aku inginkan. Tetapi, dia ada di sana. Menyunggingkan senyuman. Mengurangi resah hatiku. Berbuat bodoh demi membuatku tertawa.

Mengulas balik kenangan.

Tadi ingin ke lamaran teman dekat. Tidak ada yang antar. semalam sudah bilang adik minta diantar. dia menyanggupi. Habis rapat ya mbak, ujarnya. Ok. Ternyata rapatnya molor dan acara lamaran temanku sudah lewat dua jam. Dia, sekembalinya dari mesjid, langsung pergi mengantarku. Menunggu di luar gedung kesenian jakarta sejam. Pulang mengantar ke kemang, dan sesampainya di rumah, dia langsung pergi rapat Mesjid.


Adikku. Aku diam saja sepanjang perjalanan. Dia tanya mengapa. Aku tidak bisa menjawab. Aku hanya tersentuh dengan kebaikan hatinya. Itu saja. Aku tidak bisa menjelaskan padanya. Aku hanya tersenyum dan menanyakan permasalahan rapat mesjid. Aku bantu saran sebisaku. Banyak tanya sama aku saja, ujarku padanya.

Dia yang dahulu pendiam dan peragu. Kini melangkah dengan kebaikan hatinya.

Wah, kok jadi melo gini, sih?
hehe.

Sabtu, 16 Mei 2009

Grandpa's 70 years old birthday


16.05.09

Menghitung. Mereka-reka. Kapankah, tubuh ini...

Letih menerka-nerka, kularutkan pikiran ke dalam kehangatan keluarga.

Berada di tengah nenek, kakek, papa, mama, adik, tante, dan tiga orang keponakan, my heart filled with love.

Orang bilang cinta itu hangat. Dan memang...
Orang bilang kasih itu indah. Dan aku setuju..
karena hari ini aku menyerah dan bertekuk lutut di hadapannya.

Di tengah senyuman mereka, aku hidup.

Ini foto tante dan keponakan saat merayakan ulang tahun kakek tercinta yang ke tujuh puluh. Alhamdulillah beliau masih sehat wal afiat. :D

STAY.

Ini adalah lirik lagu yang aku suka. Lagi suka ini. Cocok sama moodku saat ini. :)


"Stay"

you say I only hear what I want to.
you say I talk so all the time so.

and I thought what I felt was simple,
and I thought that I don't belong,
and now that I am leaving,
now I know that I did something wrong 'cause I missed you.
yeah, I missed you.

and you say I only hear what I want to:
I don't listen hard,
I don't pay attention to the distance that you're running
or to anyone, anywhere,
I don't understand if you really care,
I'm only hearing negative: no, no, no.

so I turned the radio on, I turned the radio up,
and this woman was singing my song:
the lover's in love, and the other's run away,
the lover is crying 'cause the other won't stay.

some of us hover when we weep for the other who was
dying since the day they were born.
well, this is not that:
I think that I'm throwing, but I'm thrown.

and I thought I'd live forever, but now I'm not so sure.

you try to tell me that I'm clever,
but that won't take me anyhow, or anywhere with you.

you said that I was naive,
and I thought that I was strong.
I thought, "hey, I can leave, I can leave."
but now I know that I was wrong, 'cause I missed you.

you said, "You caught me 'cause you want me and one day you'll let me go."
"you try to give away a keeper, or keep me 'cause you know you're just so scared to lose.
and you say, "stay."

you say I only hear what I want to.

Kreatifitas Makna dalam Lelangen Beksan

Kreatifitas Makna dalam Lelangen Beksan

Malam itu, nurani tidak dibiarkan mendekap dalam sekat hati. Dalam simbolisme gerak tari, tembang, dan musik klasik Jawa para penari mendesak makna untuk dijadikan sebagai pembelajaran nurani.

Adaptasi dari kisah klasik Jawa ke dalam tarian merupakan esensi yang tertuang dalam tarian Bedhaya. Seperti empat tarian yang ditampilkan malam itu oleh grup tari Pranecwara dalam Lelangen Beksan di Teater Salihara, Pasar Minggu. Keempat tarian, yaitu, Beksan Noworetno, Bondo Boyo, Enggar-Enggar, dan Kumolo Bumi merupakan adaptasi dari kisah Jawa klasik yang sarat makna. Para penari yang terdiri atas penari senior dan junior bekerjasama untuk menampilkan pertunjukkan yang berasal dari pakem Bedhaya. Meski Bedhaya kental dengan nilai filosofi pembelajaran nurani, keempat tarian yang dikomandoi Retno Maruti tetap terasa membumi akibat kreatifitas dari salah satu koreografer tari, Rury Nostalgia.

Makna dan tari Jawa klasik. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena kesenian pada dasarnya bertujuan memaknai hidup lewat suatu tindakan. Maka, tari (Beksan) pun hadir sebagai wadah untuk menuangkan kejadian hidup yang diceritakan oleh leluhur. Makna, oleh karena itu, tidak bisa lepas dari tarian itu sendiri. Sama demikian dengan tari yang ada dalam Lelangen Beksan. Selain hiburan (Lelangen), penonton bisa mendapatkan makna jika menelaah lebih mendalam terhadap nama, gerakan, dan isi cerita.

Dalam tarian Beksan Noworetno, gubahan Rury Nostalgia, Tuhan menjadi tema sentral tarian ini. Sembilan orang perempuan membawakan suatu tari yang klasik, halus dan berfilosofi tinggi khas Bedhaya, dengan kostum dan gerakan yang serupa. Penonton seolah diingatkan untuk selalu memohon kepada Tuhan agar mendapatkan bimbingan. Kepercayaan dalam budaya Jawa menempatkan Tuhan pada kekuasaan yang tidak terbatas dan maha universal. Oleh karena itu, mintalah Noworetno (pengayoman Tuhan). Tarian ini diiringi oleh gending Ketawang Mangunsih dengan tempo yang lambat.

Bondo Boyo, jenis tari wireng atau keprajuritan, biasa dipentaskan di sekitar Pura Mangkunegaran. Empat penari laki-laki Bondo Boyo pun membuka pertunjukkan dengan membawa floret, pedang untuk bermain anggar, serta tameng. Perlengkapan yang dibawa ini menunjukkan kesiapan mereka untuk maju di medan perang membela tanah air. Meski berstatus prajurit, kerendahhatian terhadap Tuhan tetap ditekankan dalam tarian ini, ditandai dengan adegan menunduk ketika memulai dan menutup tari. Apabila dalam Beksan Noworetno, gending bermain lambat maka dalam Bondo Boyo, iringan tempo menanjak lebih cepat untuk menuansakan semangat dan gairah dari para prajurit. Tarian ini sekilas mengingatkan akan para tokoh ksatria berani mati demi bela negara dalam pewayangan di serat Tripama gubahan KGPA Mangkunegaran IV.

Retno Maruti, pendiri Pranecwara, tampil apik dengan Wahyu Santoso Prabowo menarikan Enggar-Enggar. Tarian ini merupakan adaptasi dari kisah percintaan Jawa klasik antara Anjasmara dan Damarwulan pada masa kerajaan Majapahit. Gerakan tari muncul sebagai representasi konflik batin yang dialami oleh dua tokoh tersebut. Istri yang enggan melepas suami ke medan perang karena sadar resiko dengan kekonsistenan suami untuk berkorban demi negara. Tembang yang dinyanyikan oleh kedua penari memperdalam emosi dan kalut yang dialami oleh Anjasmara dan Damarwulan. Akhirnya, makna pun terkuak, Anjasmara ikhlas menghadapi nasib suaminya.

Perebutan pengaruh sekaligus cinta menjadi tema utama dalam tarian Kumolo Bumi, yang merupakan pertunjukkan penutup malam itu. Dua orang puteri berbeda budaya namun jatuh hati pada laki-laki yang sama berperang. Adaninggar seorang puteri dari China bertemu di tanah Jawa dengan Kelaswara, puteri dari kerajaan Kelan. Perang antara mereka oleh Rury Nostalgia lantas disimbolkan dengan adu kipas oleh dua orang penari dalam berbagai formasi bentuk, berjejer, diagonal, atau melingkar. Tempo permainan gending dan kipas menjadi penanda naik atau turunnya klimaks cerita. Terbunuhnya Adaninggar ditandai dengan adegan di mana Kelaswara menghempaskan kipasnya ke Adaninggar. Dalam tarian penutup ini, modifikasi Bedhaya terlihat jelas dengan tempo gerakan yang lebih dinamis dan ritmis. Meski demikian, kesakralan nilai Bedhaya tetap muncul dari formasi sembilan penari dan makna yang ditampilkan, cinta pasangan pun menuntut perjuangan yang sama dengan membela negara.

Grup tari Pranecwara didirikan pada bulan Maret 1976 oleh Theodroa Retno Maruti dengan suaminya, Arcadilus Sentot Sudiharto untuk memenuhi idealisme mempertahankan tradisi klasik Jawa di tengah euforia tari kontemporer. Grup ini terbukti mampu menunjukkan eksistensinya dengan ranah klasik Jawa dengan tampil di berbagai negara dan menelurkan banyak karya diantaranya Langendriyan Damarwulan (1969), Abimanyu Gugur (1976), Dewabrata (1998), Alap-Alapan Sukesi (2004), dan Potraits of Javanese Dance (2005). Prinsip Retno untuk membawa kreatifitas dan kejujuran dalam grup tarinya, menjadikan Pranecwara pemeran penting dalam pementasan tari klasik Jawa. Bagi Retno sendiri, mendalami seni tari klasik Jawa turut mengasah nuraninya,” hidup saya terasa lebih tenang, sikap saya juga lebih dewasa dan bijaksana,” jelasnya.
(UTAMI DIAH KUSUMAWATI)

Pertunjukkan Ini...


Teater Salihara, Pasar Minggu.

Ketika tirai sudah di buka, dan perlengkapan telah dipersiapkan di sisi panggung. Para kru menunggu aba-aba untuk menaruh peralatan. Sesaat sebelum pertunjukkan di mulai.

Mungkin kau pikir aku berusaha untuk mencari perhatian. Di tengah gairah yang kutunjukkan. Tapi, aku serius.

Kedua pemain telah duduk di bangku panggung. Penonton duduk dan menunggu mereka..

Saat kau letakkan tubuh itu di atas bangku penonton. Aku telah tenggelam. Atau ingin kutenggelamkan diriku dalam dunia ini. Kumohon, jangan rebut waktu dan duniaku. Aku mencintainya, Tuhan. Maka, kuasah pikiranku untuk bisa menyampaikan apa yang perlu kuberitakan pada kalian. Otak ini telah tanpa sengaja menjadi suatu mesin ketik dengan sendirinya.

Lampu gelap, dan pemain mulai berdialog satu sama lain.

Kugemulaikan badanku. Kuasah pikiranku. Aku ikut berkata-kata dalam dialog yang kalian lontarkan. Aku ikut menari dalam gerak tubuh yang kalian kreasikan. Hatiku sama bersemangat seperti kalian, dalam gelap dan pekat, semua yang membayang tak lagi berupa bayangan.

Jika, kau pikir aku berusahan untuk mencari perhatian. Tidak. Karena hiduplah yang menarik perhatianku. Di sinilah aku berdiri. Jujur untuk menghargai minatku sendiri.

Penari keluar dari sisi panggung. Berjingkat-jingkat. Menarikan suatu persembahan penutup. Konsentrasi puncak memberikan suguhan yang tetap terbaik meski dalam akhir acara.

Sama halnya denganku. Pertunjukkan masih belum usai saat ini. Aku juga masih mencari jawaban atas pertanyaan, “masih adakah cinta antara kita?”

Kuningan.

Berfoto


15.05.09

Langit cerah, awan berarakan dengan penuh padu. Wajah-wajah berlalu lalang dengan senyum di muka. Berdiri di depan Galeri Nasional di dekat pohon yang rindang. Menunggu bis atau taksi. Kendaraan berjalan beraturan dengan jarak yang sistematis. Terdiam tanpa ekspresi.

Lapangan nan lapang, hijau asri segar.


Seminar kesehatan. Jam setengah delapan sudah datang. Tujuan ganti baju, semalam-- habis melihat teater, menginap di tempat teman, baju ganti ketinggalan di kantor. Sampai di kantor ganti baju, ternyata teman sudah datang.

Hai,hai, sedang apa kok terburu-buru?
Ganti baju.
Kok?
Habis nginep di tempat teman, baju ketinggalan di kantor. Semalam liputan malam.
Ooo.
Foto yuk.
?
Berdua.
Loh?
Pingin aja.
Yuk.

Di luar sinar matahari menerobos masuk melalui kisi-kisi jendela. Cahaya matahari menghangatkan sebentuk tubuh diriku. Warna kuning yang berpadu dengan putih, cemerlang.

Klik.klik.

Lirik jam. Setengah sembilan. Saatnya pergi seminar. Beli kue di depan lobby. Berangkat dengan taksi. Dan, dimulailah perjalanan itu...

Sebagai reporter. Sebagai penulis. Sebagai pencari berita. Pemberi informasi. Ini lah duniaku. Duduk menatap langit biru di luar, sambil terus memperhatikan catatan. Waktu berjalan, sendiri menuju lokasi nun jauh di Pluit. Mengucap syukur... terima kasih bapak sopir taksi, berkat keahlianmu mencari jalan tembus, aku tiba tepat waktunya.

Klik.klik.

Inilah foto kami berdua. Zia dan Tami. Dua gadis yang datang ke kantor sangat pagiiii saat para cleaning service bahkan belum memulai pekerjaan mereka.

Aku tidak peduli, andaikata pikiran ini kau bilang telah tumpul. Andaikata kau bilang otak ini tidak setajam dulu lagi. Hidup ini, milikku. Aku akan memperjuangkannya.

Kuningan.